SELAMA hayatnya, waktu, tenaga dan pikiran
Kiai kelahiran Praban, Surabaya, ini hampir seluruhnya dicurahkan untuk
kepentingan organisasi Ansor dan NU. Bahkan, jauh-jauh hari sebelum
terpilih menjadi Ketua Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) pada 1934.
“Selama di pondok ia selalu mengungkapkan
angan-angannya, kapankah santri-santri di seluruh Indonesia bisa menjadi
anggota ANO, lengkap dengan pakaian uniformnya,” tulis KH. Ahmad Abdul
Hamid, teman karib saat nyantri di Tebuireng. Bahkan, lanjutnya,
berkali-kali ia menjumpai KH. Wahid Hasyim di gotakannya guna meminta
nasihat tentang hal itu.
Sejarah lahirnya GP Ansor tidak bisa dilepaskan
dari sejarah panjang kelahiran dan gerakan NU itu sendiri. Tahun 1921
telah muncul ide untuk mendirikan organisasi pemuda secara intensif. Hal
itu juga didorong oleh kondisi saat itu, di mana-mana muncul organisasi
pemuda bersifat kedaerahan seperti, Jong Jafa, Jong Ambon, Jong
Sumatera, Jong Minahasa, Jong Celebes dan masih banyak lagi yang lain.
Dibalik ide itu, muncul perbedaan pendepatan antara
kaum modernis dan tradisioonalis. Disebabkan oleh perdebatan sekitar
tahil, talkin, taqlid, ijtihad, mashab dan masalah furuiyah lainnya.
Tahun 1924 KH. Abdul Wahab membentuk organisasi sendiri bernama
Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi baru itu kemudian
dipimpin oleh Abdullah Ubaid (Kawatan) sebagai Ketua, dan Thohir Bakri
(Praban) sebagai Wakil Ketua, dan Abdurrahim (Bubutan) selaku
sekretaris.
Setalah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja yang ingin bergabung. Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada kepanduan, dengan sebutan Ahlul Wathan. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya.
Setalah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja yang ingin bergabung. Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada kepanduan, dengan sebutan Ahlul Wathan. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya.
Baru pada muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya
pada tanggal 21-26 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai
Departemen Pemuda NU, satu tingkat dengan bagian da’wah, ekonomi,
mubarrot dan ma’arif. Adapun struktur ANO pertama Ketua ( H.M. Thohir
Bakri), Wakil Ketua (Abdullah Oebaid), dan Sekretaris (H. Acmad Barawi,
Abdussalam).
H.A.A. Achsien dalam harian Duta Masyarakat, 11 Agustus 1959, menuliskan kisahnya tentang Thohir Bakri. “Seperti
kemarin saja kejadiannya, kalau saya mengingat rame-rame di Gedung
Bubutan VI/2 Surabaya, sekretariat ANO (Ansor Nahdlatul Oelama). Padahal
itu semua sudah 23 tahun yang lalu.”
Dia menyatakan kalau datang
ke Surabaya menemui Thohir Bakri di Bubutan VI/2, selalu saja beliau
berada di kantor, ketrak-ketruk menghadapi mesin tulis. Dan, kalu saya
lihat dari belakang, beliau itu lagi mengerjakan tugas membalas
surat-surat dari cabang-cabang ANO seluruh Indonesia. Kebanyakan beliau
kerjakan sendiri, sebab Bung Umar Burhan, sekretarisnya yang hitam manis
itu, sibuk pula dengan tugas lain.
KH THOHIR BAKRI
-Tempat, Tanggal Lahir: Praban, sebelah selatan Tugu Pahlawan, Surabaya, 1908
-Wafat : 26 Juli 1959.
Pendidikan:
-Pesantren Peterongan, Jombang;
-Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim;
Pengabdian :
-Wakil Ketua Subbanul Wathan;
-Bendahara Da’watus Syubban;
-Ketua NU Surabaya;
-Perintis GP Ansor;
-Ketua Sarbumusi Surabaya;
-Presiden Hoofd Bestuur Nahdlatul Oelama Afdeeling ANO;
-Kepala KUA Surabaya;
-Anggota Konstituante
sumber: www.gpansor.org
Tidak ada komentar :
Posting Komentar